Kamis, 24 Maret 2011


ARTI ORGANISASI DEWASA INI
Jauh hari sebelum Indonesia merdeka tak ada satupun hal yang paling utama selain menggalang kekuatan untuk  melawan bangsa kolonial. Dari sabang sampai merauke terdengar berita perlawanan; perang puputan di bali, perang aceh, perlawanan pangeran dipenegoro dll. kesemuanya itu hanya berujung kekalahan. Kekalahan yang diterima para pejuang daerah tak ayal dari segi strategi yang mereka lakukan yang terlalu bersifat kedaerahaan dan masih mengandalkan perlengkapan dan alat-alat tradisional, tetapi sikap kepatriotan  ini perlu kita contoh dimasa sekarang. Sikap arogansi para kolonial dan imperialisme yang datang ke Indonesia tak beda dengan hama yang datang pada tanaman padi petani di musim penghujan atau seperti badai angin di musim kemarau. Negri hindia (sebelum indonesia terbentuk) yang gemah ripah tata raharjo loh jianwi berubah 180% setelah kedatangan bangsa belanda dll. Yang datang dengan semboyan 3G; gold, glory, gospel( emas/ kekayaan, kekuasaan / kemenangan, penyebaran agama ). Nasib anak bangsa tak tau siapa yang menanggung, yang pasti masa depan bangsa yang harus menanggung dengan segala macam resikonya.
Dari pengalaman pahit anak bangsa dalam memperjuangkan satu kata. ”merdeka, merdeka dan merdeka” beribu nyawa melayang harta benda tak terbilang.
melalui manusia yang hatinya terpanggil untuk memperjuangkan nasib bangsa. Aceh mengangkat senjata tapi perlawanan mereka musanah dilahap kolonial yang lebih menggunakan strategi modern. Perang puputan meletus, bali-pun tak kalah sigap dalam menghadapi kaum penindas tapi nasib yang sama mereka dapatkan. Ribuan nyawa melayang harta tak terbilang. Banyak sekali pertanyaan bagi anak bangsa dimasa dahulu dan sekarang, “ mengapa ini harus terjadi?,  salah siapakah ini?” dan masih banyak lagi pertanyaan yang tak terselesaikan. Tak ada manusia satu-pun didunia ini yang menginginkan kemalangan dalam hidupnya walaupun hanya sekejap hari ataupun dalam- mimpi-pun manusia masih enggan untuk mendapatkan sesuatu yang buruk. Hal inilah yang dapat menunjukan manusia secara fitrah sebagai makhluk yang dinamis. Semakin hari tak terasa nasib bangsa semakin tak menentu, tak terarah, tak terkontrol. Apakah menuju kemaslahatan atau kemelaratan. Hanya ada satu cara menggapai fitrah manusia, yaitu melawan arus. Tapi bagaimana caranya melawan arus yang terlampau deras, bah badai di gurun sahara? Bagaimana? Bagamana? Berorganisasilah. sebuah perlawanan yang diperhalus, dipercantik dan yang pasti menggunakan cara modern.
Oraganisasi nama yang terlampau aneh dimasa dahulu. Bagaimana tidak dikatakan aneh, karena dalam organisasi inilah kita akan mengenal wujud demokrasi yang sebenarnya. Demokrasi, kata apalagi itu? Sebagai manusia yang masih jauh dari kesejahteraan perjuanganan untuk menyamakan hak sesama manusia, untuk berbicara didepan publik-pun kita harus bisa mensetting siapa yang akan kita hadapi. Sangat sulit nampaknya bagi kita yang baru memulai untuk menjadi sesuatu yang baru dalam dunia ini, awal segala sesutau merupakan hal yang sangat rumit. Inilah nampaknya yang mereka rasakan dimasa perjuangan dulu.
Di era postmodern ini masih saja banyak orang yang mempertanyakan  organisasi, aneh bin ajaib. Sekilas menapaki sejarah tak bisa dibantahkan peran serta organisasi sangatlah penting. Perlawanan dalam bentuk senjata diperhalus menjadi perlawanan dalam bentuk dialektik ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kematangan intelektual.
Menjadi manusia bebas bukanlah hal yang mudah. Bukan pula hal yang sulit, karena mudah dan sulit hanyalah sugesti. Penulis berspekulatif bagaimana kita bisa berada diantara kedua sugesti tersebut, dengan harapan kita bisa menjadi pribadi yang utuh. Tidak terbawa arus organisasi yang berakibat menghitam putihkan piahak out group ataupun out-group. Dan tidak bersifat fatalistik, dalam artian setiap organisasi menimbulkan ketidakteraturan. Mengambil bahas orang NU tawshud, bagaimana tawashud bisa kita jalankan dalam berorganisasi.
Namun satu hal yang sangat di sayangkan, setelah lepasnya semua bentuk kolonialisme di Indonesia. Organisasi dijadikan ajang memperjuangkan kepentingan sebagian kelompok kecil. Berjuang mengangkat aspirasi kelompok, bersifat primordial, dan terbatasi oleh kepentingan mereka dalam kekuasaan. Terjadi paradoks antara cita-cita para pendiri bangsa sebagai kaum pendobrak dan kita sebagai kaum pembangun. Jatuh bangunnya riwat organisasi tak lepas dari perkembangan zaman.
Lantas bagaimana kita mengembalikan semangat berorganisasi yang telah di kumandangkan para pendahulu kita? Jawabannya satu kembalilah pada semangat Bineka Tunggal Ika. kita berkaca dari semangat perjuangan anak bangsa. 




0 komentar:

Posting Komentar